Korupsi Suap Lisa Rachmat: Vonis Diperberat Jadi 14 Tahun Penjara

Korupsi Suap Lisa Rachmat
0 0
Read Time:3 Minute, 19 Second

advent1jkt.sch.id – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dari 11 tahun menjadi 14 tahun penjara dalam kasus korupsi suap Lisa Rachmat terkait vonis bebas Ronald Tannur. Putusan ini diumumkan pada 28 Agustus 2025, menurut Detik. Lisa juga wajib membayar denda Rp750 juta. Artikel ini merangkum putusan, kronologi kasus, dan implikasinya, merujuk Tempo. Lihat juga Kasus Korupsi Peradilan 2025.

Putusan PT DKI dalam Kasus Korupsi Suap Lisa Rachmat

Hakim PT DKI Jakarta, dipimpin Teguh Harianto bersama Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun, mengubah vonis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tertanggal 18 Juni 2025, menurut Detik. Lisa Rachmat menerima hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dengan ancaman kurungan 6 bulan jika denda tidak dibayar.

Detail Putusan:

  1. Hakim memperberat hukuman dari 11 tahun menjadi 14 tahun.
  2. Sidang banding berlangsung terbuka pada 28 Agustus 2025.
  3. Lisa melanggar UU Tipikor karena suap dan permufakatan jahat, menurut Kompas.

Selain itu, hakim menilai vonis awal tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, menurut Hukum Online. Oleh karena itu, hukuman diperberat untuk efek jera. Dengan demikian, putusan ini menegaskan komitmen antikorupsi. Misalnya, Kumparan melaporkan sidang banding transparan.

Kronologi Korupsi Suap Lisa Rachmat

Kasus korupsi suap Lisa Rachmat bermula dari upaya membebaskan kliennya, Gregorius Ronald Tannur, dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti pada Oktober 2023, menurut Tempo. Lisa menyuap tiga hakim PN Surabaya agar Ronald divonis bebas.

Fakta Kronologi:

  1. Lisa memberikan suap Rp4,6 miliar kepada hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, menurut Solo Balapan.
  2. Ia berkongsi dengan eks pejabat MA Zarof Ricar untuk menyuap hakim kasasi Rp5 miliar.
  3. Suap bertujuan mempertahankan vonis bebas di tingkat kasasi, menurut Kompas.

Selain itu, ibunda Ronald, Meirizka Widjaja, terlibat dalam suap tersebut. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung menahan Lisa dan tiga hakim pada Oktober 2024. Dengan demikian, kasus ini terbongkar. Misalnya, G-news melaporkan penyitaan Rp20,38 miliar sebagai barang bukti.

Pelanggaran Hukum dan Etik

Hakim menyatakan Lisa melakukan korupsi suap Lisa Rachmat dengan menyuap hakim untuk memengaruhi putusan, menurut Detik. Ia juga terlibat permufakatan jahat dengan Zarof Ricar dan Meirizka Widjaja, melanggar UU Tipikor.

Pelanggaran Utama:

  1. Lisa menyuap tiga hakim PN Surabaya untuk vonis bebas Ronald.
  2. Ia mencoba menyuap hakim kasasi melalui Zarof Ricar.
  3. Perbuatannya merusak integritas peradilan, menurut Kompas.

Selain itu, hakim banding menilai vonis awal tidak memberikan efek jera. Oleh karena itu, hukuman diperberat. Dengan demikian, putusan ini menegaskan penegakan hukum. Misalnya, Hukum Online melaporkan usulan pencabutan profesi advokat Lisa.

Faktor Pertimbangan Hakim

Hakim mempertimbangkan faktor memberatkan dan meringankan, menurut Kumparan. Faktor memberatkan adalah kerusakan kepercayaan publik terhadap peradilan dan profesi advokat.

Faktor Pertimbangan:

  1. Memberatkan: Lisa merusak integritas yudikatif dan menyalahgunakan profesi advokat.
  2. Meringankan: Ia belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
  3. Lisa bertindak karena khawatir ketidakadilan di PN Surabaya.

Selain itu, hakim banding menekankan perlunya efek jera, menurut Detik. Oleh karena itu, hukuman diperberat menjadi 14 tahun. Dengan demikian, putusan ini mendukung pemberantasan korupsi. Misalnya, Tempo melaporkan reaksi publik terhadap putusan.

Implikasi Hukum dan Sosial

Kasus korupsi suap Lisa Rachmat menyoroti isu integritas peradilan, menurut G-news. Publik menuntut reformasi sistem peradilan untuk mencegah suap. Selain itu, kasus ini memicu diskusi tentang etika advokat.

Implikasi Utama:

  1. Kepercayaan publik terhadap peradilan menurun.
  2. Perlu pengawasan ketat terhadap praktik suap, menurut Kompas.
  3. Komisi Yudisial diminta memeriksa hakim terkait.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat pengawasan. Dengan demikian, kasus serupa dapat dicegah. Misalnya, Hukum Online melaporkan rekomendasi sanksi etik.

Reaksi Publik dan Media

Publik bereaksi keras terhadap kasus korupsi suap Lisa Rachmat, menurut Solo Balapan. Warganet menuntut keadilan untuk Dini Sera Afrianti melalui tagar #JusticeForDini.

Reaksi Utama:

  1. Publik: Menuntut reformasi peradilan dan profesi advokat.
  2. Media: Menyoroti keterlibatan hakim PN Surabaya.
  3. Kejaksaan: Berjanji menindak pelaku suap lainnya.

Selain itu, media sosial mempercepat penyebaran kemarahan publik. Oleh karena itu, transparansi hukum menjadi sorotan. Dengan demikian, kepercayaan publik perlu dipulihkan. Misalnya, G-news melaporkan publik menanti tindakan Komisi Yudisial.

Kesimpulan

Korupsi suap Lisa Rachmat membawa vonis diperberat menjadi 14 tahun penjara oleh PT DKI Jakarta. Kasus ini menyoroti perlunya reformasi peradilan. Penyelidikan berlanjut untuk memastikan keadilan. Cek detail di Detik!

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %